Pada zaman sekarang semakin banyak orang yang berlomba-lomba mengejar jabatan, dan bahkan menjadikannya sebagai sebuah obsesi hidup.
Menurut mereka yang menganut paham atau prinsip tersebut, tidak lengkap rasanya jika selagi masih hidup kalau tidak pernah (walaupun sekali) menjadi orang penting, dihormati dan dihargai masyarakat.
Jabatan formal maupun nonformal di negeri kita Indonesia dipandang sebagai sebuah “aset wajib”, karena baik langsung ataupun tidak langsung berpotensi pada keuntungan, kelebihan, kemudahan, kesenangan, dan setumpuk keistimewaan lainnya.
Maka tidaklah heran menjadi kepala daerah, gubernur, bupati, walikota, anggota dewan, direktur dan sebagainya merupakan impian dan obsesi semua orang. Mulai dari kalangan politikus, purnawirawan, birokrat, saudagar, tokoh masyarakat, bahkan sampai kepada artis.
Mereka berebut jabatan tanpa mengetahui siapa sebenarnya dirinya, bagaimana kemampuannya, dan pantaskah dirinya memangku jabatan (kepemimpinan) tersebut.
Dan parahnya lagi, mereka kurang atau bahkan tidak memiliki pemahaman yang benar tentang hakikat kepemimpinan itu sendiri.
Mereka hanya beranggapan bahwa jabatan adalah keistimewaan, fasilitas, kewenangan, kebanggaan dan popularitas. Sedangkan jabatan itu adalah tanggung jawab, pengorbanan, pelayanan, dan keteladanan yang dilihat dan dinilai banyak orang.
Hakikat kepemimpinan
Di dalam Al-Quran dan Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam sudah mengatur sejak awal bagaimana seharusnya kita memilih dan menjadi seorang pemimpin.
Pemimpin dalam pandangan Al-Quran bukan hanya sekedar kontrak sosial antara sang pemimpin dengan masyarakatnya, tetapi merupakan ikatan perjanjian antara dia dengan Allah swt.
Lihat Q. S. Al-Baqarah (2): 124, “Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat perintah dan larangan (amanat), lalu Ibrahim melaksanakannya dengan baik.
Allah berfirman: Sesungguhnya Aku akan menjadikan engkau pemimpin bagi manusia. Ibrahim bertanya: Dan dari keturunanku juga (dijadikan pemimpin)? Allah swt menjawab: Janji (amanat)Ku ini tidak (berhak) diperoleh orang zalim”
Oleh karena itulah Islam memberikan pedoman untuk memilih pemimpin yang baik. Dalam Al Qur’an, Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk memilih pemimpin yang baik dan beriman, seperti ayat-ayat berikut:
1. An-Nisa’ (ayat 138-139)

Give tidings to the hypocrites that there is for them a painful punishment.
“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih,”
![Those who take disbelievers as allies instead of the believers. Do they seek with them honor [through power]? But indeed, honor belongs to Allah entirely. an nisa 139](https://i2.wp.com/carajuki.com/junkies/wp-content/uploads/2015/03/an-nisa-139.png?resize=750%2C48)
Those who take disbelievers as allies instead of the believers. Do they seek with them honor [through power]? But indeed, honor belongs to Allah entirely.
2. An-Nisa’ (ayat 144)

O you who have believed, do not take the disbelievers as allies instead of the believers. Do you wish to give Allah against yourselves a clear case?
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi teman rapat dengan meninggalkan orang-orang yang beriman. Adakah kamu hendak mengadakan alasan yang terang nyata bagi Allah untuk (menyiksa) kamu?”
3. Al-Ma’idah (ayat 51)
![O you who have believed, do not take the Jews and the Christians as allies. They are [in fact] allies of one another. And whoever is an ally to them among you - then indeed, he is [one] of them. Indeed, Allah guides not the wrongdoing people. Al maidah 51](https://i2.wp.com/carajuki.com/junkies/wp-content/uploads/2015/03/al-maidah-51.png?resize=1024%2C117)
O you who have believed, do not take the Jews and the Christians as allies. They are [in fact] allies of one another. And whoever is an ally to them among you – then indeed, he is [one] of them. Indeed, Allah guides not the wrongdoing people.
4. At-Tawbah (ayat 23)

O you who have believed, do not take your fathers or your brothers as allies if they have preferred disbelief over belief. And whoever does so among you – then it is those who are the wrongdoers.
“Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan. Dan siapa di antara kamu menjadikan mereka menjadi pemimpin, maka mereka itulah orang2 yang dzalim”
5. Ali-Imran (ayat 28)
![Let not believers take disbelievers as allies rather than believers. And whoever [of you] does that has nothing with Allah, except when taking precaution against them in prudence. And Allah warns you of Himself, and to Allah is the [final] destination. Ali imran 28](https://i0.wp.com/carajuki.com/junkies/wp-content/uploads/2015/03/ali-imran-28.png?resize=1024%2C117)
Let not believers take disbelievers as allies rather than believers. And whoever [of you] does that has nothing with Allah, except when taking precaution against them in prudence. And Allah warns you of Himself, and to Allah is the [final] destination.
Selain beriman seorang pemimpin juga harus bisa berlaku adil, seperti yang telah Allah firmankan dalam Al-Qur’an berikut;
1. Al-Maidah (ayat 8)

O you who have believed, be persistently standing firm for Allah, witnesses in justice, and do not let the hatred of a people prevent you from being just. Be just; that is nearer to righteousness. And fear Allah; indeed, Allah is Acquainted with what you do.
“Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu semua sentiasa menjadi orang-orang yang menegakkan keadilan kerana Allah, lagi menerangkan kebenaran dan jangan sekali-kali kebencian kamu terhadap sesuatu kaum itu mendorong kamu kepada tidak melakukan keadilan. Hendaklah kamu berlaku adil (kepada siapa pun) karena sikap adil itu lebih hampir kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dengan mendalam akan apa yang kamu lakukan.”
2. An-Nisa’ (ayat 135)
![O you who have believed, be persistently standing firm in justice, witnesses for Allah, even if it be against yourselves or parents and relatives. Whether one is rich or poor, Allah is more worthy of both. So follow not [personal] inclination, lest you not be just. And if you distort [your testimony] or refuse [to give it], then indeed Allah is ever, with what you do, Acquainted. An nisa 135](https://i1.wp.com/carajuki.com/junkies/wp-content/uploads/2015/03/an-nisa-135.png?resize=1024%2C175)
O you who have believed, be persistently standing firm in justice, witnesses for Allah, even if it be against yourselves or parents and relatives. Whether one is rich or poor, Allah is more worthy of both. So follow not [personal] inclination, lest you not be just. And if you distort [your testimony] or refuse [to give it], then indeed Allah is ever, with what you do, Acquainted.
Keadilan yang diserukan oleh Al-Qur’an pada dasarnya mencakup keadilan di semua bidang dan terlebih lagi, dalam bidang hukum.
Seorang pemimpin yang adil, indikasinya adalah selalu menegakkan supremasi hukum. Memandang dan memperlakukan semua manusia sama di depan hukum, tanpa pandang bulu. Hal inilah yang telah diperintahkan oleh Al-Qur’an dan dicontohkan oleh Rasulullah.
Ketika ada seorang perempuan dari suku Makhzun dipotong tangannya karena mencuri, kemudian keluarga perempuan itu meminta Usama bin Zaid supaya memohon kepada Rasulullah untuk membebaskannya, dan Rasulullah pun marah.
Beliau bahkan mengingatkan bahwa, kehancuran masyarakat sebelum kita disebabkan oleh ketidakadilan dalam supremasi hukum seperti itu.
Dari Aisyah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda:
Adakah patut engkau memintakan kebebasan dari satu hukuman dari beberapa hukuman (yang diwajibkan) oleh Allah? Kemudian ia berdiri lalu berkhutbah, dan berkata:
“Hai para manusia! Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu itu rusak/binasa dikarenakan apabila orang-orang yang mulia diantara mereka mencuri, mereka bebaskan. Tetapi, apabila orang yang lemah mencuri, mereka berikan kepadanya hukum’. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, Ahmad, Dariini, dan Ibnu Majah)
Semoga bisa bermanfaat, baca juga memaknai waktu (al-qur’an)
Leave a Reply