Aktifitas kehidupan manusia selalu terikat dengan aturan. Salah satu yang mengaturnya adalah waktu, secara umum waktu dibagi pada tiga: masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Berbicara mengenai waktu, berkali-kali Allah berfirman atas nama waktu. Demi dhuha, demi fajar, demi subuh, demi cahaya merah pada waktu senja, demi malam, demi siang, dan demi masa. Firman Allah yang berulang kali atas nama waktu menunjukkan bahwasanya betapa pentingnya waktu dalam kehidupan manusia.
Berbicara mengenai waktu, dalam memulai tulisannnya Quraish Shihab mengutip sebuah ungkapan Malik bin Nabi dalam bukunya Syuruth An-Nahdhah ( Syarat-syarat kebangkitan ). Ungkapannya berbunyi sebagai berikut:
Ungkapan Malik bin Nabi dalam bukunya Syuruth An-Nahdhah
Tidak terbit fajar suatu hari, kecuali dia berseru, “Putra-putri Adam, aku waktu, aku ciptaan baru, yang menjadi saksi usahamu. Gunakan aku karena aku tidak akan kembali lagi sampai hari kiamat.
Di dalam Al-Qur’an terdapat empat surat yang diberi nama oleh Allah dengan nama waktu. Yaitu surat al-Fajr (waktu fajar) surat ke 89, surat adh-Dhuha (waktu Dhuha) surat ke 93, surat al-‘Ashr (waktu ‘Ashr) surat ke 103, dan al-Lail (waktu malam) surta ke 92. Hal yang menarik untuk dicermati dari keempat waktu di atas adalah, bahwa ada pesan Allah yang sangat besar bagi manusia terkait konteks pembicaraan masing-masing surat tersebut.
1. Ketika Allah berfirman di dalam Al-Qur’an surat al-Fajr (waktu fajar), Allah mengaitkan firmannya dengan akal dan proses berfikir. Seperti terlihat dalam surat al-Fajr [89] : 1-5 berikut;
Al-Qur’an surat al-Fajr (waktu fajar) ayat 1-5
Artinya: “Demi fajar (1). Dan malam yang sepuluh (2). Dan yang genap dan yang ganjil (3). Dan malam bila berlalu (4). Pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) oleh orang-orang yang berakal (5).”
Meninjau dari arti ayat diatas mengisyaratkan bahwa waktu pagi adalah waktu yang semestinya dipergunakan manusia untuk berfikir, melakukan persiapan, membuat rencana sebelum melakukan suatu pekerjaan.
Waktu pagi juga berarti waktu kecil dan waktu muda/remaja manusia, yang semestinya dipergunakan untuk menimba ilmu, mencari bekal dan persiapan untuk menghadapi perjuangan hidup di masa dewasanya.
2. Ketika Allah berfirman di dalam Al-Qur’an surat Dhuha (surat 93), Allah mengaitkan firmannya dengan amal dan tuntutan kepada manusia untuk berbuat/melakukan sesuatu. Sebab, Dhuha sendiri berarti cahaya yang sangat ditunggu semua makhluk, karena mendatangkan kebaikan, baik bagi manusia, hewan maupan tumbuhan. Seperti yang terdapat dalam ayat 9-11 berikut;
Artinya: “Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang (9). Dan terhadap orang yang minta-minta maka janganlah kamu menghardiknya (10). Dan terhadap ni’mat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur) (11).”
Meninjau dari arti ayat diatas mengisyaratkan bahwa waktu dhuha adalah waktu untuk berbuat dan memperlihatkan bakti kepada orang lain dan lingkungan sekitar. Tentu saja, yang bisa berbuat dan mendatangkan kebaikan terhadap orang disekitarnya adalah orang yang di waktu paginya telah mencari bekal dan memiliki perencanaan dengan baik. Bagaimana mungkin seseorang akan menjadi manusia yang berguna bagi orang disekitarnya, jika mendatangkan kebaikan untuk dirinya sendiri saja dia tidak mampu.
Alangkah kecewanya orang lain, ketika ada seseorang yang diharapakan mendatangkan cahaya dan kebaikan bagi mereka, namun tampil dengan sangat mengecewakan. Begitu selesai pendidikan misalnya, meraih gelar sarjana ataupun yang paham tentang agama, namun tidak mampu berbuat dan mendatangkan kebaikan di tengah masyarakat. Sama halnya, kekecewaan ketika menunggu cahaya pagi, namun matahari yang ditunggu diliputi awan gelap.
3. Ketika Allah berfirman di dalam Al-Qur’an surat Al-‘Ashr (waktu sore) surat 103), Allah mengaitkan firmannya dengan kerugian dan penyesalan manusia. Seperti terlihat dalam ayat 1-2;
Al-Qur’an surat Al-‘Ashr (waktu sore) surat 103) ayat 1-2
Artinya: “Demi masa (1). Sesusngguhnya semua mansuai berada di dalam kerugian (2).”
Meninjau dari arti ayat diatas mengisyaratkan bahwa orang yang tidak melakukan persiapan di pagi hari, yang tidak belajar dan mempergunakan kemampuan akalnya di waktu kecil, yang tidak membuat perencanaan di waktu muda dan seterusnya, maka di waktu tua dia akan menyesal dan menjadi orang yang merugi.
Memang kerugian baru akan dirasakan seseorang ketika sudah memasuki usia senja. Seperti seorang pedagang, untung dan rugi barulah dihitung ketika hari sudah sore dan matahari menjelang terbenam. Akan tetapi, ketika itu kondisi sudah tidak bisa lagi untuk kita perbaiki, selain penyesalan dan meratapi diri ketika dihadapkan pada kerugian karena kelalaian sendiri.
4. Ketika Allah berfirman di dalam Al-Qur’an surat Al-Lail (waktu malam) surat 92, Allah mengaitkan firmannya dengan dua kondisi; Pertama, kesusahan dan kesulitan (al-‘usr, ayat 10), serta neraka yang menyala (nâran talazhzhâ, ayat 14). Kedua, kemudahan dan ketenangan (al-yusr, ayat 7), dan puncak kebahagiaan (ridha Allah, ayat 21). berikut ayat yang terkandung dalam surat al-Lail [92] : 1-21
Al-Qur’an surat Al-Lail (waktu malam) ayat 1-21